RRI dan TVRI Perlu Rating

27-01-2016 / KOMISI I

Anggota Komisi I DPR RI Evita Nursanti menilai ditengah ketatnya persaingan media untuk meraih perhatian publik, rating (penentuan peringkat oleh lembaga riset) menjadi saling satu panduan penting untuk memilih. Lembaga Penyiar Publik (LPP) RRI dan TVRI menurutnya sudah saatnya terlibat dalam pantauan rating.

 

“Selama ini saya berpendapat RRI dan TVRI tidak usahlah ikut rating, namun setelah berfikir ulang saya rasa perlu. Akan tetapi bukan ikut AC Nielson tetapi semacam rating lain yang perlu disiapkan untuk itu,” katanya dalam RDPU dengan sejumlah pakar media di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (27/1/16).

 

Politisi Fraksi PDIP ini memberikan catatan khusus pada lembaga survei AC Nielson yang menurutnya sering mengedepankan hasil rating tidak mendidik. Ia mempertanyakan salah satu hasil rating lembaga itu yang memberikan poin tinggi pada sinetron tentang manusia serigala.

 

“Saya sampai mencari tahu siapa yang berada dibalik lembaga survei ini ternyata bukan orang Indonesia, ini berbahaya,” tekan dia. Ia kemudian menantang pakar komunikasi Effendi Ghazali untuk menyiapkan proposal tentang lembaga riset yang bisa lebih bersahabat dengan nilai-nilai ke-Indonesian.

 

Bicara pada kesempatan yang sama anggota Komisi I dari Fraksi Partai Nasdem Supiadin Aries Saputra menekankan bangsa ini sangat memerlukan media yang mampu memberdayakan masyarakat. Ia kemudian mengapresisi ketika bersama RRI berhasil membangun pemancar relay (penguat) di kawasan Gunung Cikurai, Garut, Jawa Barat.

 

“Kehadiran pemancar itu membuat daya jangkau RRI ke pelosok-pelosok Jawa Barat terutama Garut meningkat. Siarannya mendukung petani sehingga makin paham mengolah lahan, tahu harga, paham pemasaran dan yang tidak kalah penting membantu menyiapkan siaran dengan pesan deradikalisasi,”  tutur dia.

 

Pakar Komunikasi dari Universitas Indonesia, Effendi Ghazali mengatakan siap mendukung upaya untuk lahirnya Media Rating Council (Dewan Rating Media). Kehadiran dewan seperti ini sudah lazim di sejumlah negara seperti AS dan Thailand. Baginya sulit diterima ketika negara berupaya mengampanyekan revolusi mental tetapi masyarakat menyaksikan program siaran yang jauh dari revolusi mental. (iky) foto:ray/parle

BERITA TERKAIT
Indonesia Masuk BRICS, Budi Djiwandono: Wujud Sejati Politik Bebas Aktif
09-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi I DPR RI Budisatrio Djiwandono menyambut baik masuknya Indonesia sebagai anggota BRICS. Budi juga...
Habib Idrus: Indonesia dan BRICS, Peluang Strategis untuk Posisi Global yang Lebih Kuat
09-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Keanggotaan penuh Indonesia dalam aliansi BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) menjadi isu strategis yang...
Amelia Anggraini Dorong Evaluasi Penggunaan Senjata Api oleh Anggota TNI
08-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi I DPR RI Amelia Anggraini mendorong evaluasi menyeluruh penggunaan senjata api (senpi) di lingkungan TNI....
Oleh Soleh Apresiasi Gerak Cepat Danpuspolmal Soal Penetapan Tersangka Pembunuhan Bos Rental
08-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Tiga anggotaTNI Angkatan Laut (AL) diduga terlibat dalampenembakan bos rental mobil berinisial IAR di Rest Area KM...